Setelah disahkannya UU No. 33 tahun
2004 mengenai perimbangan keuangan antara pusat dan daerah maka terjadi perimbangan
keuangan antara pusat dan daerah, hal ini bertujuan untuk mendukung pendanaan
atas penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang
tentang pemerintahan daerah. Pendanaan tersebut sejatinya menganut prinsip money
follows function yang berarti bahwa pendanaan selalu akan mengikuti fungsi
pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat
pemerintahan. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah
mencakup pembagian keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah secara
proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi,
kondisi, dan kebutuhan Daerah.
Pemerintah pada hakikatnya mengemban tiga fungsi
utama yakni fungsi distribusi, fungsi stabilisasi, dan fungsi alokasi. Fungsi
distribusi dan fungsi stabilisasi pada umumnya lebih efektif dan tepat
dilaksanakan oleh pemerintah, sedangkan fungsi alokasi dilakukan oleh pemerintahan
daerah karena lebih mengetahui kebutuhan, kondisi, dan situasi masyarakat
setempat. Pembagian ketiga fungsi tersebut sangat penting sebagai landasan
dalam menentukan dasar-dasar perimbangan keuangan antara pemerintah dan
pemerintahan daerah.
Penyelenggaraan otonomi daerah berupa penyerahan,
pelimpahan, dan penugasan urusan pemerintahan kepada daerah harus diikuti
dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional secara adil,
termasuk perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah. Dan sebagai
daerah otonom maka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan tersebut harus
dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, partisipasi, dan
akuntabilitas sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat terlaksana
secara efisien dan sekaligus mencegah tumpang tindih kewenangan.
Dalam penyelenggaraan kewenangan daerah dibiayai
dari APBD dan penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat dibiayai dari APBN.
Kewenangan pusat tersebut meliputi kewenangan pusat yang didekonsentrasikan
kepada Gubernur ataupun kewenangan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah atau
desa (tugas perbantuan). Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan pemerintahan
daerah terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah,
dan pendapatan yang sah daerah yang lain.
Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang
bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain. Pendapatan asli daerah yang
sah, bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan atas asas desentralisasi.
Dana
perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri
atas dana bagi hasil (BH), dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus
(DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah dalam mendanai
kewenangan, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan
antara pusat dan daerah sekaligus mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan
antar-daerah. Ketiga komponen dana perimbangan ini merupakan sistem transfer
dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. Dana bagi hasil adalah
dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dibagi-hasilkan kepada daerah berdasarkan
angka persentase tertentu.
Dana alokasi umum bertujuan untuk pemerataan
kemampuan keuangan antar-daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan
kemampuan keuangan antar-daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan
kebutuhan dan potensi Daerah. Sedangkan dana alokasi umum suatu daerah
ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah,
yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi
daerah (fiscal capacity). Dalam undang-undang no. 33 tahun 2004 ini
ditegaskan kembali mengenai formula celah fiskal dan penambahan variabel dana
alokasi umum. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi
kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah
yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh
alokasi DAU relatif besar (pemerataan kapasitas fiscal).
Dana alokasi khusus dimaksudkan untuk membantu
membiayai kegiatan-kegiatan khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah
dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan
sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar
tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Undang-undang ini
juga mengatur hibah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga
asing, badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau
perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun dalam bentuk barang
dan/atau jasa termasuk tenaga ahli, dan pelatihan yang tidak perlu dibayar
kembali. Dalam lain-lain pendapatan selain hibah, undang-undang ini juga
mengatur pemberian dana darurat kepada daerah karena bencana nasional dan/atau
peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana APBD. Di
samping itu, Pemerintah juga dapat memberikan dana darurat pada daerah yang
mengalami krisis solvabilitas, yaitu daerah yang mengalami krisis keuangan
berkepanjangan. Untuk menghindari menurunnya pelayanan kepada masyarakat setempat,
Pemerintah dapat memberikan dana darurat kepada daerah tersebut setelah dikonsultasikan
terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pinjaman daerah merupakan salah satu sumber pembiayaan
yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus
dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keuangan
daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh
karena itu, pinjaman daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan
sanksi pinjaman daerah yang diatur dalam undang-undang ini. Dalam undang-undang
ini juga ditegaskan bahwa daerah dilarang melakukan pinjaman langsung ke luar
negeri. Pinjaman yang bersumber dari luar negeri hanya dapat dilakukan melalui
pemerintah dengan mekanisme penerusan pinjaman. Pengaturan ini dimaksudkan agar
terdapat prinsip kehati-hatian dan kesinambungan fiskal dalam kebijakan fiskal
dan moneter oleh Pemerintah. Di lain pihak, pinjaman daerah tidak hanya
dibatasi untuk membiayai prasarana dan sarana yang menghasilkan penerimaan,
tetapi juga dapat untuk membiayai proyek pembangunan prasarana dasar masyarakat
walaupun tidak menghasilkan penerimaan. Selain itu, dilakukan pembatasan
pinjaman dalam rangka pengendalian defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman
pemerintah daerah. Daerah juga dimungkinkan untuk menerbitkan obligasi daerah dengan
persyaratan tertentu, serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal dan memenuhi ketentuan nilai bersih maksimal obligasi daerah yang
mendapatkan persetujuan Pemerintah. Segala bentuk akibat atau risiko yang
timbul dari penerbitan obligasi daerah menjadi tanggung jawab daerah
sepenuhnya. Pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan yang sudah menjadi
tuntutan masyarakat. Semua penerimaan dan pengeluaran yang menjadi hak dan
kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
Dalam pengadministrasian deuangan daerah, APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Surplus APBD
digunakan untuk membiayai Pengeluaran daerah tahun anggaran berikutnya, membentuk
dana cadangan, dan penyertaan modal dalam perusahaan daerah.
Pengaturan dana dekonsentrasi bertujuan untuk
menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan pemerintah yang
dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. Dana tugas pembantuan
untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang
ditugaskan kepada daerah. Dalam undang-undang ini ditegaskan bahwa
pengadministrasian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dilakukan melalui
mekanisme APBN, sedangkan pengadministrasian dana desentralisasi mengikuti
mekanisme APBD. Hal ini dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan
daerah dapat dilakukan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar