Translate

Senin, 24 Juni 2013

Belajar Ber-opo-sisi




A.    Politik Oposisi Klasik
Oposisi sering dianggap sebagai kegiatan politik yang kurang bergengsi dibandingkan kegiatan memerintah (eksekutif). Pemahaman ini merupakan hal yang jamak mengingat kesan seseorang tentang kekuasaan selalu tertuju pada “kekuasaan pemerintahan” saja. Karena itu, kegiatan beroposisi lalu menjadi identik dengan aktivitas “menjatuhkan kekuasaan”. Sebaliknya, pemerintah yang sedang berkuasa akan memandang kegiatan oposisi sebagai ancaman kekuasaannya, karena itu ia akan berusaha mempertahankan diri dengan cara bertanding untuk memenangkan kekuasaan. Oposisi sering dipahami bukan sebagai kawan politik dalam memajukan kualitas demokrasi, melainkan lebih sebagai lawan yang membahayakan kekuasaan.
Oposisi dalam bahasa Inggris adalah opposition dan dalam bahasa latin sering disebut dengan opposites, opponere, yang berarti memperhadapkan, membantah, menyanggah, atau menentang. Sementara itu definisi oposisi dalam Kamus Ilmiah Populer (Partanto dkk: 1994) adalah golongan perlawanan atau penentangan. Sehingga jika merujuk pada makna dari kamus tersebut, maka oposisi akan selalu dihadirkan sebagai kelompok yang bermusuhan. Padahal, kenyataannya oposisi adalah entitas yang sangat diperlukan dalam dunia politik modern dan oposisi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Politik oposisi dalam kehidupan demokrasi merupakan kegiatan parlementarian yang paling terhormat dimana norma politik oposisi menempati kedudukan tertinggi dalam etika berdemokrasi, karena melalui norma itulah demokrasi dilindungi dari ancaman mayoritarianisme. Politik oposisi adalah nilai yang melekat di dalam konsep demokrasi dan bertujuan untuk menjamin agar demokrasi dapat bekerja di wilayah sekuler dan memastikan bahwa monopoli atas kebenaran berdasarkan prinsip bahwa pemenang pemilu menentukan seluruh kebijakan politik negara (the winner takes all) tidak terjadi.
Tugas utama dari politik oposisi adalah menjaga netralitas ruang publik dengan cara menyediakan alternatif-alternatif pandangan untuk diuji secara rasional berdasarkan kekuatan argumentasi. Sebaliknya, sistem politik yang dikendalikan oleh ideologi-ideologi yang doktriner, tidak mengizinkan persaingan argumentasi, dan dengan begitu politik oposisi tidak dimungkinkan.
Rawls menambahkan bahwa sistem demokrasi harus menjamin tidak terjadinya konsensus tunggal di dalam pengaturan kekuasaan atau overlapping concensus dan mampu menjamin berlangsungnya pluralitas politik. Hal mengharuskan hadirnya oposisi yang sangat diperlukan. Sebab, oposisi menjalankan suatu fungsi yang sangat vital dan penting yaitu check and balances, oposisi dapat mengontrol jalannya pemerintahan yang didukung mayoritas, menguji kebijakan pemerintah dengan menunjukkan titik-titik kelemahannya, serta mengajukan alternative-alternatif dalam pemerintahan.
Beroposisi menurut pengamat politik Eep Saefullah Fatah berarti melakukan pengawasan terhadap praktek kekuasaan. Pengawasan disini berarti oposisi mengabarkan kekeliruan itu dan membangun tindakan perlawanan terhadap pemerintah ketika kekuasaan melenceng dan ketika kekuasaan menjalankan fungsinya secara benar maka oposisi bertindak sebagai pendukung sekaligus membangun kesadaran publik untuk memberikan dukungan untuk konsistensi. 
B.     Teori-Teori Oposisi
1.      Teori Pilihan Rasional (Rational Choice Theory).
Teori pilihan rasional memusatkan perhatian pada aktor, dalam konteks aktor oposisi di Indonesia disini maka salah satu partai oposisi tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Aktor dipandang sebagai manusia yang mempunyai tujuan dan segala tindakan bermuara pada pencapaian tujuan. Aktor pun ditandai mempunyai pilihan berupa nilai dan keperluan. Teori ini digunakan untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan PDI Perjuangan membuat pilihan sebagai partai oposisi.
Setelah koalisi kebangsaan gagal menempatkan Megawati Soekarno Putri dan Hasyim Muzadi menjadi presiden dan wakil presiden pada pemilihan umum 2004, tentunya menjadi pilihan rasional bagi PDIP untuk memproklamirkan diri sebagai partai oposisi. Fenomena ini menimbulkan banyak pertanyaan apa yang menjadi tujuan utama PDIP menentukan sikapnya sebagai partai oposisi? Politik selalu dihadapkan pada pilihan-pilihan beresiko. Berbagai pilihan tersebut dapat menjadi benar apabila disekati dengan rasionalitas. Itulah mengapa di dalam ilmu politik dikenal teori pilihan rasional (rational choice theory).
2.      Teori Kecerdasan Oposisi
James Redfield bukanlah seseorang yang dikenal sebagai seorang analitis politik. Namun idenya dalam menggagas suatu teori tentang kecerdasan oposisi yakni suatu bentuk kecerdasan selain kecerdasan intelektual, emosional, serta spiritual, dapat kita kembangkan untuk melihat bagaimana suatu kekuatan oposisi bisa berjalan efektif. Inti kecerdasan itu meliputi; pilihan ideologi gerakan, sumber daya kelembagaan, sumber daya aktor, manajemen gerakan, serta jejaring kerja. Salah  satunya akan menunjukkan bagaimana PDI Perjuangan menggalang kekuatan oposisi dalam parlemen. Selain itu, teori kecerdasan oposisi akan memperlihatkan sejauh mana kecerdasan PDI Perjuangan untuk mewujudkan oposisi yang efektif.
C. Karakteristik Oposisi
            Partai politik menurut Robert Dahl adalah manifestasi yang paling nyata dan bentuk oposisi yang paling efektif dalam sebuah negara demokratis. Arbi Sanit memperjelas dengan mengatakan bahwa oposisi adalah partai-partai yang memposisikan diri di luar pemerintahan dan menjalankan fungsi kontrol secara kritis terhadap pemerintah, baik dalam proses pembuatan kebijakan publik hingga pengawasan dan pelaksanaan kebijakan publik di lapangan.
Lebih lanjut ketika berbicara mengenai oposisi, Dahl cenderung membedakan bentuk-bentuk oposisi berdasarkan beberapa hal berikut ini.
1.      Konsentrasi
Konsentrasi oposisi pertama berkaitan dengan sistem kepartaian yang terdapat di suatu negara. Meskipun sistem partai tunggal murni tidak ada, kecuali pemerintah melarang adanya partai oposisi.  Umumnya di negara-negara kecil, walaupun sementara oposisi terkonsentrasi di partai-partai kecil, sebagian besar oposisi terbentuk golongan dalam partai yang berkuasa. Namun, oposisi yang paling tinggi kadar konsentrasinya terdapat di sistem dwipartai , dimana partai yang tidak berkuasa secara nyata memonopoli kalangan oposisi. Sedangkan dalam sistem multipartai, oposisi lebih terpencar diantara beberapa partai. Kedua, konsentrasi terkait persatuan intern dalam partai.
2.      Daya Saing
Daya saing oposisi tergantung pada jumlah dan sifat dasar partai, yaitu seberapa jauh oposisi itu terkonsentrasi. Kemungkinan yang terjadi bila oposisi terkonsentrasi di partai yang melulu bersifat persaingan, baik dalam pemilihan maupun dalam parlemen, dengan melalui bermacam-macam sistem dimana strategi oposisi bersifat kerja sama dan bersifat persaingan atau sistem dimana partai minoritas yang biasanya menjadi oposisi bergabung dalam partai mayoritas dalam pemilihan ataupun parlemen.
3.      Lokasi
Lokasi adalah situasi atau keadaan dimana oposisi mempergunakan sumber dayanya untuk mengadakan suatu perubahan (lokasi pertarungan antara oposisi dan pemerintah). Pertarungan yang dilakukan oleh oposisi adalah dengan mempengaruhi pendapat umum hingga akhirnya mereka mampu memenangkan kursi di pemilihan. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendapat umum merupakan lokasi yang paling menentukan di negara demokrasi.
4.      Ciri Khas
Ciri khas oposisi dalam suatu sistem politik banyak dipengaruhi oleh konsentrasi, daya saing, dan lokasi. Dalam model klasik misalnya, oposisi jelas kelihatan. Hal ini disebabkan oleh lokasi pertarungan antara oposisi dan pemerintah adalah parlemen nasional, karena itu parlemen memiliki kedudukan monopoli untuk bersaing. Dipihak lain, partai besar hanya ada dua  dan cenderung bersatu sehingga oposisi akan terkonsentrasi di satu partai. Akhirnya, kedua partai akan terus bersaing dan partai yang kalah akan menjadi oposisi.
5.      Tujuan
Oposisi memiliki tujuan yang dicapai dengan jalan mengubah tindakan pemerintah. Strategi oposisi terdiri dari cara-cara yang dipilih untuk mencapai tujuan. Tujuan itu diantaranya untuk mengubah atau menentang perubahan yang terjadi di dalamnya (1) Kebijakan-kebijakan tertentu dari pemerintah; (2) Personalia pemerintahan; (3) Struktur sistem politik; (4) Struktur sosial ekonomi.
6.      Strategi
Berikut beberapa varian strategi yang dilakukan oleh oposisi:
1)      Strategi I; digunakan di sistem dwipartai yang masing-masing partai kuat persatuannya dimana ciri oposisi menjadi sangat jelas sehingga pemilu menjadi sangat menentukan.
2)      Strategi II; digunakan di sistem yang memiliki lebih dari dua partai besar dan memiliki kadar persatuan yang kuat  sehingga seleksi pemerintahan (kabinet dan eksektif) sangat menentukan.
3)      Strategi III; digunakan di sistem multipartai dimana selain menggunakan strategi II untuk masuk di kabinet dan eksekutif, oposisi juga dapat ikut dalam tawar menawar setengah resmi dengan organisasi-organisasi raksasa.
4)      Strategi IV; digunakan di dalam sistem yang memiliki aturan dan praktik konstitusional yang memberikan kesempatan luas untuk menghalangi aksi pemerintah.
5)      Strategi V; strategi bergabung dalam pemerintahan bertujuan untuk membatasi konflik dalam kabinet dan akan kembali dalam pola persaingan apabila kemelut telah berlalu.
6)      Strategi VI; strategi ini sering digunakan oleh oposisi revolusioner. Tujuan strategi ini adalah untuk mengganggu kelancaran dari  jalannya proses politik, melemahkan keabsahan, dan melemahkan masyarakat politik akibat dari perebutan kekuasaan.   
D. Praktek Oposisi di berbagai negara dan di Indonesia
            Di negara-negara demokratis yang secara politik telah stabil, oposisi  telah menjadi kegiatan rutin dalam kehidupan politik.  Dimana pemerintah dan oposisi adalah produk kembar dari pemilu.  Maurice Duverger menyatakan bahwa oposisi adalah partai politik yang mengambil posisi di luar pemerintahan karena kalah dalam pemilu dan bertindak sebagai pengecam tetapi setia pada kebijaksanaan partai yang duduk di pemerintahan. Sehingga, dengan kata lain peran ini sewaktu-waktu bisa bertukar tangan.  Mekanisme bertukar tangan ini secara prosedural demokratis diatur dalam mekanisme pemilu. 
Negara-negara demokrasi yang sudah membilang stabil seperti Amerika, Australia dan Eropa, persaingan politik antara pemerintah dan oposisi tidak lagi dinilai oleh publik berdasarkan ideologi partai-partainya, melainkan berdasarkan isu strategis yang dikembangkan oleh oposisi dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Sehingga partai yang beroposisi misalnya dapat saja memanfaatkan isu strategis untuk dikemukakan dalam pertandingan politik. Sementara itu di negara-negara bersistem otoritarian, oposisi dengan sendirinya bekerja diluar sistem formal dan memiliki pola yang bervariasi mengikuti sumber daya dan efektivitas pengorganisasian.  Biasanya oposisi dalam negara otoritarian didukung penuh oleh civil society seperti yang terjadi di Amerika Latin dan Filipina dimana terdapat peran gereja yang sangat besar dalam membantu suksesnya oposisi.
            Berbicara mengenai Indonesia, negara ini mengalami perkembangan demokrasi yang menjanjikan. Hal ini dapat dilihat misalnya dengan kehadiran oposisi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Praktek dan bukti hadirnya oposisi sangat terlihat jelas ketika pada tahun 2012 muncul wacana menaikan harga BBM sebagai sabuah kebijakan baru pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono. Kebijakan ini sendiri pada dasarnya disebabkan oleh harga minyak dunia yang terus meningkat. Kemunculan wacana tersebut menstimulus oposisi untuk mulai bekerja dan membuat wacana tandingan dalam mempengaruhi kebijakan. Oposisi bermain di dua tempat yaitu parlemen dengan berusaha mempengaruhi kebijakan tersebut dan di media massa untuk mempengaruhi pendapat publik. 
Partai oposisi yang terlibat dalam tawar menawar kebijakan tersebut salah satunya adalah PDIP. Sehingga hal ini berujung pada pembatalan kenaikan BBM, meskipun dengan opsi jika sampai lima bulan berturut-turut harga minyak dunia terus meningkat maka pemerintah berhak menaikan harga BBM. Namun, dari contoh tersebut terlihat jelas peran dan fungsi yang dijalankan oleh oposisi sangat penting yaitu sebagai penyeimbang dalam perjalanan roda pemerintahan.
            Praktek  oposisi yang berbeda juga dapat dilihat misalnya dalam pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang cenderung lebih inklusif, dimana semua produk pemilihan umum praktis dilibatkan dalam komposisi kabinet. Hal ini disebabkan oleh hasil kalkulasi politik strategis presiden karena Partai Demokrat sebagai partai pendukung tidak memenuhi mayoritas kursi di parlemen.  Sehingga sangat wajar bagi Partai Demokrat untuk membangun dukungan politik yang memadai di parlemen dengan membentuk pemerintahan berbasis koalisi turah (Kuskridho: 2009) dan keputusan PDIP untuk tidak bergabung di dalam koalisi dan kembali memilih jalan menjadi oposisi  untuk kedua kalinya dengan alasan untuk memelihara gagasan tentang oposisi. Meskipun, posisi oposisi PDIP kembali dipertanyakan mengingat partai ini masih bergabung dengan partai lainnya dalam memperebutkan jatah posisi kepemimpinan di tingkat komisi di DPR. 
Daftar Pustaka
Ambardi, Kuskrido. 2009. Mengungkap Politik Kartel. Jakarta: KPG
Efriza. 2012. Political Explorer. Bandung: Alvabeta
Panuju, Redi. 2011. Studi Politik Oposisi dan Demokrasi. Yogyakarta: Interprebook
Sugiarto, Bima Arya. 2010. Anti Partai.Jakarta: Gramata Publishing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar