Translate

Senin, 23 Desember 2013

Sang Calon

T : Apa kabar?

R : Baik

T : Lagi dimana sekarang?

R : Mdn

T : Kapan ke Jakarta?

R : Bru balik

T : (Terdiam)

Setelah sekian lama berpisah, hanya sepeti itu komunikasi yang terjadi, selalu si perempuan yang memulai dan dipatahkan oleh si pria. Si perempuan malang itu bernama Tika sedangkan pria yang sedang dibicarakan tadi adalah Rian tunangannya kalau tidak ingin disebut sebagai calon suami itu. Selalu komunikasi satu arah, padahal menurut pakar komunikasi, komunikasi yang baik adalah apabila minimal terdapat dua belah pihak yang saling berinteraksi, bukan hanya satu pihak.

Berbicara mengenai calon suami Tika yaitu Rian adalah hal yang membosankan. Bagaimana tidak bila selama ini pengetahuan yang berkembang mengatakan bahwa para pria sering kebingungan mengartikan sikap dan kata-kata perempuan yang multitafsir, misalnya kata "terserah" yang memiliki ribuan makna. Nyatanya ada satu sosok yang lepas dari objek penelitian para ilmuan hubungan antar manusia, yaitu Rian. Si kalem nomor wahid di abad ini.

Pertemuan mereka bukan hal yang biasa, sangat biasa malah. Mereka tinggal dalam komunitas dan lingkungan yang sama meskipun terpaut usia yang relatif jauh. Mereka dekat memang, tapi hanya sebatas hubungan manusia satu komunitas yang orang tuanya satu komunitas, dan nenek-kakek mereka juga satu komunitas, begitu lah cara mereka saling mengenal dan tidak ada yang spesial dengan itu.

Lingkungan remaja selanjutnya menjadikan mereka dekat dan saling memahami, bahkan kungkungan prinsip komunitas "tertutup" yang keluarga mereka jalani menjadikan mereka dewasa dan saling menguatkan. Seringkali di waktu senggang mereka bercerita dan tertawa bersama mencandai kehidupan masing-masing yang absurd, bahkan tentang keluarga besar mereka. Namun masih bukan hal yang spesial. 

Tahun pun berlalu, demi menempuh pendidikan masing-masing, Tika dan Rian menjalani masa mahasiswa di tempat yang berjauhan, mereka saling menghilangkan kabar dan tenggelam dalam romansa kampus masing-masing, terlebih mereka sama-sama memiliki kekasih meskipun hal tersebut masih dirahasiakan dari keluarga besar karena itu adalah aib yang harus disimpan dalam-dalam di kantong celana dan mereka sepakat tentang itu. Hingga akhirnya kehidupan cinta mereka sama-sama kandas karena jarak yang jauh setelah menamatkan pendidikan.

Dan dunia menjadi jungkir balik ketika mereka kembali ke dalam komunitas. Mereka dipertunangkan. Bukan kabar yang menggembirakan memang namun bukan juga kabar sedih. Sejak lama mereka memang saling mengagumi, namun bukan dengan cara ini cinta mereka harus bersatu, terlebih bukan dengan bujukan dan rayuan komunitas. Pernahkah kalian mendengar ungkapan "seperti anak kecil, semakin dilarang semakin dia ingin, namun apabila dipaksa dia akan menolak dan melawan". Mungkin seperti itu lah hubungan kami kini, dari putih menuju abu-abu dan sekaran akan menjadi gelap pekat. Disaat Tika mencoba menerima keadaan dengan lapang dada dan mulai mencintai perlahan, disisi berbeda Rian menunjukkan kuasa perlawanannya, dia menjauh dan semakin jauh untuk dijangkau dan perlahan mulai belajar untuk menyakiti Tika. Tidak, sikapnya tidak berubah, dia masih Rian yang dulu, tapi tolong jangan tanyakan perhatian dan romantisme padanya, karena jika ujian nasional memasukkan dua unsur itu, pasti dia akan tidak lulus ujian nasional, Rian telah menjelma menjadi Rian yang super cuek.

Di kampus dulu, Tika pernah belajar mengenai perlawanan yang menurut pakarnya James Scott unt dikatakan sebagai senjata kaum yang lemah. Artinya, ketika seorang individu atau kelompok ingin melakukan perlawanan namun menyadari ketidakberdayaannya (misal dengan ketiadaan senjata yang mumpuni) maka kelompok ini akan melawan secara underground atau bawah tanah atau bahasa lainnya akan melawan secara diam-diam. Mungkin hal ini lah yang telah dilakukan oleh Rian, dia tahu dia lemah di hadapan keluarganya dan tidak mampu menolak segala tuntutan mereka sehingga dia mendorong Tika untuk menolak rencana pernikahan mereka, tidak secara terus terang namun dengan mengabaikannya. Karena sesungguhnya pengabaian bagi seorang wanita lebih tajam dari pisau dalam melukai hati.

Sesulit itukah Rian untuk menerima Tika? padahal di saat yang sama Tika sudah mulai menyukainya sebagai seorang pria.Dalam malam-malam yang sepi dan dingin Tika menulis puisi cinta pertamanya untuk Rian, puisi yang dia tulis di selembar kertas, hanya untuk disimpan dan menemani tidurnya yang akhir-akhir ini gundah sejak kedatangan pria lain yang juga memesonanya dalam diam.

Sang Kabut

Pagi ini dia datang, entah mengapa aku senang
Mungkin karena aku mengira pagiku tak akan lagi sepi
Namun ketika siang datang dia hilang
Mengunjungi pagi lain yang tidak ku kenal
Aku cemburu
Mungkinkah dia lebih indah
Sehingga kau betah berlama-lama disana?
Andai kabut tahu kalau selalu ada dia di mataku
Meski siang datang dan malam berlalu
Selalu...

**Untuk seseorang yang selalu ada di hati

Rabu, 18 Desember 2013

Gegar Otak

Awalnya terpikir otak ini sudah pecah, tidak mampu lagi menampung apalagi kalau untuk memikirkan dirinya. Penuh sudah "overload". Sekian lama tidak bertemu membuat otak ini bekerja ekstra merangkai kisah dan kenangan yang ada dan sesekali menerka-nerka seperti apa dia, apa yang akan dia bicarakan, dan bagaimana sikap yang pantas ketika bertemu nanti.
 
Dan hari itu pun tiba. Setidaknya ada tiga kali pertemuan, tapi pertemuan tanpa kesimpulan. Ibarat tulisan kami hanya berkutat di latar belakang dan "seperti" ketakutan memasuki bagian pertanyaan. Pertanyaan yang dari dulu dinantikan. Sbenarnya akan dibawa kemana hubungan ini? sebatas inikah? hanya seorang abang dan adik saja? atau akan berkembang selayaknya usia mereka yang juga bertambah.

Otak ini semakin berdenyut, sakit setiap kali melihat ke layar telepon genggam. Masih berharap ada nama itu disana, bahkan sekedar menanyakan kabar saja sudah cukup. Tapi tidak ada, tidak ada apa-apa. Hanya kosong disana dan sesekali teman-temannya yang menyapa. Padahal yang diharapkan dia, abang yang akan menguatkan dikala lelah dan lemah melanda, dan saat ini sedang sering melanda.

Setiap kali sadar mungkin kami bukan apa-apa dan aku bukan siapa-siapa baginya setiap kali itu pula beban di hati semakin menumpuk, merangkai kemungkinan terindah dan terburuk disaat yang bersamaan. Adakah aku dalam hatinya? meskipun sesaat menjadi kekasih di dalam hatinya. Banyak harap bermain disana. Andai dia melihatku berbeda dan andai-andai yang lain.

Ada darah yang mengalir abstrak, mungkin ini darah dari otakku yang berdarah setiap kali memikirkan tahun itu, 2014. Memikirkan dia di tahun itu, memikirkan aku di tahun itu. Sangat ingin dia mengungkapkan rasanya SEKARANG bukan malah nanti ketika semua pria bisa saja sudah mendekati, ketika bisa saja nanti aku telah jatuh hati pada pria lain, bukan dengan dia yang diharapkan keluarga untuk bersama. Sebenarnya aku masih menantinya tapi dengan limit tapi dengan batasan yang menurut orang egois. segera ungkapkan atau aku akan memilih  pergi pada yang lain yang meskipun belum tentu pasti.

Lama-lama rasanya aku mengalami gegar otak, perlahan mulai lupa siapa dia dan kenapa aku "hampir" pernah menyukainya. Mungkin memang harus dilupakan, pria yang luar biasa baik dan tidak romantis itu. Relakan dia bersama wanita yang mampu mendampinginya. Ibarat matahari, dia akan lebih bersinar tanpa aku sang bulan berjalan disampingnya mencoba menjadi bayang-bayangnya. Biarlah aku sakit, nestapa sedikit saat ini, hingga nanti aku mampu bangkit.

Gegar otak ini makin parah, aku bahkan tidak tahu aku berada dimana, hanya gelap dan terang yang terlihat. Dinding bercat putih mengelilingiku, mengurungku untuk jangan pergi padahal ingatanku tidak akan kembali.

Roman Cinta

Ceritanya masih tentang cinta dengan sesekali urai airmata
tapi itu masih wajar..
Dibanding yang lain, mereka masih bertanya ini rasa siapa?
Ini tentang roman yang sudah pasti berakhir dengan airmata.
Ini tentang rasa yang tidak tahu milik siapa.
Tapi ini juga masih tentang cinta
Bukankah itu lebih baik daripada tiada dihembus debu?
Maka dalam hujan roman bercerita,
dalam gulita dia berbicara
cinta ini akan menuju ke dia, pasti menuju dia
Bagaimanapun caranya..

Lalu dengan apa akan berjalan?
Tongkatnya telah patah tiga
dimakan rayap kebosanan sedikit demi sedikit

Padahal roman masih bercerita
Tentang penantian
Tentang harapan
Tentang cinta tak berbalas miliknya
Tapi hari sudah mulai gelap
dan rasanya mulai takut, bagaimana cara kembali
Jalanan bertabur racun
dan roman mati sekarat di jalannya
SEkarat dalam jalinan cinta yang dia buat sendiri.