Translate

Senin, 24 Juni 2013

Benedict R.O’G. Anderson : Gagasan Tentang Kekuasaan Dalam Budaya Jawa



Budaya Jawa memiliki pandangan tersendiri terhadap sesuatu, yang berbeda dengan pandangan budaya lainnya. Sesuatu yang khas dalam pandangan  budaya Jawa adalah realitas dilihat sebagai suatu kesatuan menyeluruh dan tidak terbagi-bagi. Dunia, masyarakat dan alam adikodrati dalam budaya jawa merupakan suatu kesatuan. Pada hakekatnya, orang Jawa tidak membedakan antara sikap-sikap religius dan bukan religius, dan interaksi-interaksi sosial sekaligus merupakan sikap terhadap alam. Seperti segala kekuatan yang menyatakan diri dalam alam, kekuasaan adalah ungkapan energi Ilahi yang tanpa bentuk, yang selalu kreatif meresapi seluruh dunia. Kekuasaan bukanlah gejala khas sosial yang berbeda dari kekuatan-kekuatan alam, melainkan ungkapan kekuatan kosmis yang memenuhi seluruh dunia. Berbeda dengan pemaknaan kekuasaan yang dimaknai oleh Barat umumnya sebagai kemampuan untuk memaksakan kehendak pada orang lain, agar orang-orang tersebut mau mematuhi apa yang menjadi keinginan kita. 

Kekuasaan politik dalam pandangan Jawa menurut Bennedict Anderson bersifat konkret, karena kekuasaan politik yang ada adalah suatu bentuk ungkapan kasekten (kekuatan yang sakti). Orang yang memiliki kasektѐn tidak dapat dikalahkan ataupun dilukai, karena orang itu sekti. Kekuasaan itu eksis dalam dirinya sendiri, tidak bergantung pada pembawa empiris. Bagi orang Jawa, kekuasaan adalah sesuatu yang bersifat homogen. Bentuk-bentuk kekuasaan dalam paham Jawa hanya merupakan ungkapan realitas yang sama, berasal dari sumber yang sama, dan berkualitas sama. Semua bentuk kekuasaan berdasarkan partisipasi pada kekuatan yang satu yang meresapi seluruh dunia ini. Individu yang memperoleh kekuasaan dapat kita bayangkan sebagai fluidum kekuatan kosmis itu. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dunia Jawa menganggap bahwa jumlah kekuasaan tersebut konstan/tetap. Karena yang dapat berubah hanyalah pembagian kekuasaan dalam dunia. Konsentrasi kekuasaan di suatu tempat sama artinya dengan pengurangan kekuasaan di tempat lain.

Dalam pandangan Jawa, tidak ada gagasan tentang pluralitas kekuasaan. Segala kekuasaan dan hukum berasal dari pribadi Raja. Hal ini menyebabkan tidak perlunya hukum sebagai syarat legitimasi kekuasaan dan pembatasan dalam penggunaaan kekuasaan. Paham kekuasaan Jawa membawa akibat bahwa Raja harus mempertahankan monopoli kekuasaan mutlak karena hanya dengan cara itulah pencitraan bagi masyarakat bahwa Raja tetap menjadi wadah kekuatan kosmik yang ada pada kerajaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar