Ini adalah peristiwa kedua kalinya
rumah kami dikunjungi maling.Apakah aku harus merasa tersanjung?
maling-maling itu memilih rumah yang sangat tepat untuk didatangi. Oke lah,
kunjungan pertamanya sukses, sukses dalam artian dia sukses membuat kami
tidak menyadari kehadirannya di rumah hingga seminggu setelah kejadian tersebut
dan sukses selanjutnya adalah karena dia (atau mungkin mereka) sukses membawa
perhiasan ibu tanpa kami sadari. Malam pertama merasa "didatangi"
membuat kami sangat syok, bagaimana tidak, perhiasan itu sudah jauh-jauh hari
direncanakan untuk dijual oleh ibu.
Kebutuhan dan biaya hidup yang
mendesak terlalu banyak terlebih setelah ayah pensiun dari pekerjaan lamanya,
praktis ibu lah sumber keuangan utama keluarga, sehingga tidak ada pilihan
lain, perhiasan emas ibu harus dijual. Namun, maling itu punya rencana lain,
diam-diam dia mendatangi rumah tanpa kami sadari. Sekedar informasi, rumah kami
kecil memanjang ke belakang dengan 3 kamar tidur dan rumah kami di kelilingi
pagar beton setinggi 1,5 meter berbentuk tembok-tembok bersusun sehingga
otomatis jika maling itu mencuri di siang hari tidak mungkin karena tetangga
rumah akan langsung mengetahuinya dan jika operasi dilakukan malam hari juga
akan langsung ketahuan karena rumah kami tidak pernah dibiarkan kosong ketika
malam hari.
Suasana duka berlangsung
berhari-hari di rumah kami, aku langsung khawatir dengan studiku, bagaimanapun
tanpa perhiasan itu aku akan kesulitan mebayar uang semester depan. Kondisi ibu
lebih memprihatinkan lagi, beliau yang merupakan seorang guru sekolah dasar
berusaha menabung sedikit demi sedikit gaji yang diperoleh untuk membeli
perhiasan tersebut, dan kini si maling yang sangat imut itu tega untuk
mengambilnya. Hanya ayah yang masih menunjukkan sikap ksatria seorang pemimpin
di situasi seperti ini. Berulang kali ayah berkata, "diikhlaskan saja yang
sudah hilang, nanti Allah akan menggantikannya dengan cara lain". di
saat-saat genting seperti ini aku semakin yakin, seorang perempuan perlu
seorang pendamping yang tenang dan mampu berpikir rasional, dan aku harus
mencari pendamping hidup kelak seperti itu (maaf curcol, hehehe).
Setelah tepat 3 minggu berlalu, hidup
harus berlanjut. Situasi mulai normal seperti semula, ibu sudah terlihat ikhlas
dan ayah disisi lain semakin giat bekerja di kebun-lebih dari
sebelum-sebelumnya-dan aku masih menjadi sang penjaga rumah yang setia menanti
kepulangan mereka.
Hingga malam yang kami takuti
terjadi lagi. Sepertinya maling itu cari mati! Dia kembali mendatangi rumahku,
namun kali ini kami cepat menyadarinya karena dia merusak pintu samping dengan
cara mendobrak. Dia melakukannya dengan halus dan penuh perhitungan serta nyaris
tanpa jejak. Kenapa nyaris? setelah dia memperkirakan kami sekeluarga pergi ke
Meulaboh (sebuah kota kecil di pantai barat Aceh) dan tak kembali sebelum malam
menjelang, dia melancarkan aksinya. Melakukan modus yang sama, trik yang sama,
namun sayang dia salah memperkirakan AWAL BULAN. Mungkin dia mengira ibu sudah
mengambil gaji atau ayah sudah memanen hasil kebun dan pasti uang itu
disimpan di rumah. dia SALAH. Hahaha rasanya mau tertawa keras-keras, mungkin
dia tidak tahu kami sedang defisit anggaran kalau tidak mau dibilang miskin.
Semua uang uda ludes untuk mendaftarkan adik ke kampus barunya dan untuk modal
ayah berkebun. Tidak ada yang tersisa. Oh maaf, sebenarnya ada yang tersisa,
yaitu Jejak Kaki yang maling itu tinggalkan di dekat pintu
samping. Dan sekarang aku sedang membayangkan wajah kecewanya yang pulang
dengan tangan kosong padahal sudah susah payah menaiki dinding dan mendobrak
pintu.
Selamat ya maling, kasus kamu resmi
dibuka hari ini! Jejakmu akan membunuhmu! Vella Holmes pasti akan menemukanmu..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar